Menjadi Petani atau Nelayan di Negeri Agraria dan Maritim


Sumber gambar: milik pribadi


Petanimencatat - Kelak, entah kapan dan bagaimana, aku harus menjadi petani. Karena menjadi petani berarti menjadi bagian dari ketahanan pangan.

Seseorang bisa memilih dan memutuskan untuk menjadi polisi, tentara, politisi, akuntan, guru, pengusaha, PNS, dokter, atau profesi apapun. Tapi, menjadi petani, ketahuilah, juga tidak kalah keren dari mereka yang berseragam, berjas, maupun bersepatu. Menjadi nelayan juga demikian, itu bukan profesi rendah.

Maka tidak perlu malu untuk mengakui bila orang tua kita seorang petani, dan aku keturunan petani.

Seseorang bisa saja mendapatkan penghasilan finansial lebih sedikit dari yang lain, tapi bukan berarti rejekinya lebih sempit. Bekerja menjadi apapun asal tidak melanggar hukum adalah mulia. Satu-satunya tipe orang yang patut disesali di muka bumi ini adalah pemalas dan indisipliner.

Asal bermanfaat dan tidak menyusahkan orang lain, hidup sudah sangat berarti dan layak diteladani. Memiliki tujuan hidup bermanfaat (dan tidak menyusahkan orang lain) sungguh terdengar sangat sederhana, dan faktanya hal yang sederhana itulah yang seringkali paling sulit dalam hidup.

Lagi pula, menjadi petani atau nelayan yang fasih berbicara sustainable environment, global warming, space exploration, foreign exchange, international trade and economy, international geo-politic, atau ideology and philosophy, aku pikir, lebih menakjubkan dari profesi apapun yang pikirannya hanya itu-itu saja.

Namun kenyataannya, saat duduk di bangku SD atau TK dan ditanya cita-cita (profesi), hampir tidak ada yang menjawab ingin jadi petani atau nelayan. Kebanyakan menjawab: dokter, pilot, polisi, guru, dll.

Baiklah, mari kita anggap bahwa jawaban anak-anak sekecil itu tak lebih dari ekspresi kekaguman. Karena seiring berjalannya waktu, ternyata cita-cita seorang anak dapat berubah. Bahkan tidak hanya sekali, melainkan berkali-kali. Pada saat dewasa, sangat sedikit dari anak-anak itu yang dapat memenuhi cita-cita masa kecilnya. Mungkin termasuk diri kuki. Yang awalnya ingin jadi polisi, ketika dewasa jadi guru. Yang ingin jadi dokter, jadi polisi. Yang ingin jadi pilot, jadi 'cleaning service' di bandara. Yang ingin jadi guru, malah jadi benalu di  masyarakat.

Aku tidak pernah keberatan pada seorang anak yang ingin jadi pilot, polisi, tentara, dokter, atau apapun. Tapi seorang anak yang tidak diberitahu betapa tidak kalah pentingnya posisi profesi petani dalam kebutuhan dan kelangsungan hidup manusia, adalah sama sekali tidak bijak. Dampaknya akan terasa kelak di masa yang akan datang.

Persoalannya terletak pada pendidikan kita, baik yang formal maupun informal. Ada apa dengan pendidikan di negeri kita?

Nah, untuk menjawab pertanyaan ini, saya mau ngopi dulu. Siapa tahu nanti ada wangsit. Intinya, menjadi petani atau nelayan itu tidak kalah keren dengan profesi lain. Jadi jangan lihat apa pekerjaan seseorang, tapi bagaimana dia bekerja dan mencintai pekerjaannya.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Surat Terbuka untuk Para Jomblo

'Toxic Masculinity' dan Kesetaraan Gender

Sam Tobacco dan Rokok 'Tingwe'

Pemain Baru dan Tantangan Unai Emery

H-1 Lebaran Dini Hari di Warung Mie Instan

Kala Ratih

Aku Menghimbau "Green Living"