Gula, Rokok, dan Alternatif Pengganti


Sumber gambar: katadata.co.id


Petanimencatat - Di negeri ini, ketika masih bernama Hindia-Belanda, kita menjadi salah satu pengekspor gula terbesar di dunia. Tapi sekarang, setelah kita berkoar-koar Indonesia sudah merdeka, kita justru jadi pengimpor gula tergila. Mengalahkan negara-negara adikuasa macam Tiongkok maupun Amerika.

Melihat hasil penelitian yang demikian, aku jadi teringat pada nasib rokok. Ia beberapa dekade ini menjadi kambing hitam dari hampir segala penyakit. Bahkan, ketika mata kananku agak rabun jauh, seorang kawan 'memvonis' bahwa itu disebabkan oleh asap dari rokok yang aku isap. Kenapa selalu rokok, dok? Kenapa?

Bajigur sekali bukan?

Kukira, tak perlu kusebutkan betapa sangat berbahaya gula bagi kesehatan, terlebih jika dikonsumsi dalam jumlah yang banyak. Tak hanya gula sih. Apapun yang berlebihan itu tidak pernah baik, termasuk terlalu cinta!

Aih, maaf...maaf... Aku memang sering tidak terkontrol. Mari kita fokuskan pada gula saja. Ok?

Begini, kawan-kawan. Aku kira kita tidak bisa serta-merta menyalahkan keputusan pemerintah tentang impor gula yang sedemikian besar. Artinya, kebijakan pemerintah itu bukan tanpa motif. Perkara ini harus dilihat dari berbagai sudut pandang.

Misalnya, tingginya impor gula itu tak lain memang karena kita mengkonsumsi gula  sangat banyak baik untuk kebutuhan pribadi maupun industri. Lebih banyak daripada produksi gula yang bisa dihasilkan pabrik-pabrik gula secara nasional. Pada keadaan ini, posisi demand lebih tinggi daripada suply.

Oleh karena itu, dapat kita tangkap bahwa, pertama, masyarakat kita turut menyumbangkan peran yang tidak kecil terhadap kebutuhan gula, karena harus diakui kita adalah segerombolan orang yang sangat konsumtif dalam berbagai hal. Kedua, memang pemerintah tidak becus ngurus pabrik gula. Titik!

Dan berikutnya, ditengah-tengah keterpurukan produksi gula yang memperihatinkan dan konsumsi yang mencengangkan, kita tidak memiliki barang substitusi untuk menggantikan gula. Ini persoalan yang tidak kalah penting. Jika diibaratkan dalam sepakbola, tim yang kuat--salah satunya--adalah tim dengan kedalaman skuat yang baik. Sebab, ketika pemain pengganti Anda tidak kalah bagus dari pemain utama, maka konsistensi permainan tim Anda dapat terjaga hingga akhir musim.

Untuk mengatasi persoalan ini, aku mempunyai beberapa usulan. Pertama, pemerintah harus memperbaiki manajemen dan teknologi pabrik gula di Indonesia untuk meningkatkan produktivitas dan kualitas gula.

Kedua, masyarakat kita perlu kembali mengubah pola konsumsi. Kita harus belajar, dalam hal apapun, untuk tidak menjadi masyarakat yang terlalu konsumtif. Sebab bagaimanapun, pola hidup yang konsumtif apalagi tidak diimbangi dengan produktivitas yang bagus, pasti akan membawa pada kehancuran.

Terakhir, kita harus membuat inovasi-inovasi untuk menciptakan alternatif pengganti gula. Misal, kita harus memikirkan cara mengekstrak senyum. Dengan kemampuan ini, diharapkan kita tidak akan impor gula lagi karena stok senyum legit di Indonesia lumayan melimpah, apalagi senyum istri tetangga atau pacar teman. Sebagaimana senyum dibawah ini:


Doc: pribadi

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Surat Terbuka untuk Para Jomblo

'Toxic Masculinity' dan Kesetaraan Gender

Sam Tobacco dan Rokok 'Tingwe'

Pemain Baru dan Tantangan Unai Emery

H-1 Lebaran Dini Hari di Warung Mie Instan

Kala Ratih

Aku Menghimbau "Green Living"