Sekilas Dialog Imajiner Tentang Cinta dan Jodoh


Sumber gambar: ugetuget.com


Petanimencatat - Di suatu sore yang cerah. Saya (S) dan seorang kawan (K) sedang mancing. Sambil menunggu umpan dimakan ikan, kami coba mengusir kebosanan dengan saling ngobrol.

K : Bro, kamu sedang naksir seseorang ya? Ayo ngaku...
: Ehm... jujur aja sih, emang iya.
K : Terus, dia juga naksir nggk sama kamu?
S : nggak tau.
K : Lah, tapi kamu sayang sama dia kan, mencintainya kan?
S : Iya
K : Apa kamu akan terus berusaha dan menunggu sampai dia menyukaimu?
S : Ya pastilah...
K : Hebat kamu, bro. Ok. Kita bikin pengandaian ya. Bagaimana jika kamu dijodohin sama orang tua kamu dengan wanita lain yang, katakanlah lebih sholehah, lebih cantik dan lain sebagainya, tapi sayangnya kamu tidak mencintainya? Apakah kamu akan memilih wanita yang kamu taksir itu atau wanita perjodohan dari orang tuamu?
S : Jelas, aku akan pilih wanita dari perjodohan orang tua.
K : Wah... Wah... Wah..., berarti kamu nggak cinta dong sama wanita yang kamu taksir?
S : Aku cinta kok.
K : Kalau kamu cinta, tentu kamu nggak akan mudah berpindah hati pada wanita lain. Kamu akan terus memperjuangkannya hingga dia jadi milik kamu.
S : Hm... Coba kita balik, andai aku memilih wanita yang aku taksir, sampai kapan aku harus menunggu dan sejauh apa aku dapat membuatnya menyukaiku?
K : Ya, kalau itu sih, semampu kamu. Tergantung seberapa besar cintamu.
S : Ok gini. Andai pada akhirnya dia tetap tidak mau sama aku dan menikah dengan orang lain, bagaimana? Apa aku masih harus berjuang? Merebutnya dari suaminya? Atau menunggu dia janda? Bagaimana kalau pernikahan mereka langgeng sampai mati? Gak nikah-nikah aku dong. Jomblo seumur hidup. Bah...
K : Ya, nggak gitu juga, bro. Nanti kamu akan tau batasmu. Seolah-olah Tuhan berkata, "sudah cukup, Qrom. Dia bukan jodohmu." Gitu...
S : Ok... Bagaimana kalau pengandaian yang sama dipakai pada perjodohan dari orang tua. Jangan-jangan perjodohan itu adalah bahasa Tuhan: "ini yang terbaik buat kamu, Qrom. Yang ini jodohmu, bukan yang itu". Gimana?
K : Duh, ruwet ngomong sama kamu, bro. Sudah... Sudah... Terserah kamu dah.
S : hahaha... Gini, bro. Aku kasi tau kenapa aku mau berjuang dan rela menunggu, tapi juga memilih wanita yang lebih baik disisi lainnya.
K : Iya, gimana itu?
S : Bagiku, cinta itu nomer dua, bro. Nomer satu adalah keselamatan, sebagaimana kata WS. Rendra. Apa artinya tinggal serumah dengan wanita yang kita cintai tapi hidup kita tidak selamat, lebih-lebih di akhirat. Kan na'udzubillah bro.
K : Terus bagaimana kalau tidak bahagia hidup dengan orang tidak kita cintai?
S : Bro, bahagia itu terletak dalam hati kita masing-masing. Bukan pada sosok lain diluar diri kita. Bahagia itu tentang bagaimana kita melihat suatu keadaan dan menjalani kehidupan. Itu tergantung cara pandang dan sikap kita sendiri, bro. Misal, kita mau bersyukur apa tidak. Mau ikhlas apa tidak. Mau dermawan apa tidak. Kamu pikir, dengan tinggal bersama orang yang kita cintai itu secara otomatis hidup kita akan bahagia? Gak ada pertengkaran dan kejenuhan? Omong kosong...
K : Iya juga sih... Jadi intinya bagaimana ini, bro?
S : Aduh... Dialog kayak gini saja minta kesimpulan. Biarkan pembaca simpulkan sendiri. Sudah, ayo kita pulang saja. Saya lapar.
K : Siap, ndan.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Surat Terbuka untuk Para Jomblo

'Toxic Masculinity' dan Kesetaraan Gender

Sam Tobacco dan Rokok 'Tingwe'

Pemain Baru dan Tantangan Unai Emery

H-1 Lebaran Dini Hari di Warung Mie Instan

Kala Ratih

Aku Menghimbau "Green Living"