'Polusi Informasi' dan Ketololan

Sumber gambar: milik pribadi


Petanimencatat - Gaes, perhatikan caption pada foto di atas.

Jujur ya, itu adalah ungkapan yang sangat tolol dan menyebalkan. Sebab, caption itu sangat tidak sesuai (alias NGAWOOOR) dengan isi berita yang ditayangkan oleh jawapos[dot]com pada hari Jum'at pagi kemarin pukul 8.33 WIB. Silakan kalian periksa jika masih meragukan kejujuran Mohammad Iqrom.

Sangat disayangkan ada ungkapan semacam itu. Lagipula, ungkapan seperti itu sebenarnya ungkapan macam apa sih, gaes? Kritis? Nggak. Berbobot? Nggak. Faktual? Enggak. Yang ada malah nyinyir. Kan repot, gaes.

Ini kuberi tahu ya, gaes. Pemilik akun FB itu adalah teman sekelasku selama tiga tahun. Dia orang yang rajin, pekerja keras, dan suka menulis. Bahkan dia pernah buat cerita yang--katanya dulu--mau diterbitkan. Dan satu lagi, nilai bahasa Indonesianya loh, gaes, salah satu yang terbaik di kelas!

Dia itu, terang saja, adalah orang yang pernah kuteladani dalam hal tulis-menulis, dulu. Sekarang mah ogah. Aku lebih memilih penulis yang sehat aja pikirannya. Jernih analisisnya dan konstruktif pemikirannya.

Jadi gini, maksud dari Menag mengganti buku nikah menjadi seperti kartu ATM atau E-KTP adalah supaya mudah disimpan dan tidak ribet dibawa kemana-mana.

Itu bukan persoalan apakah nikah jadi semudah gesek ATM. Bukan. Nikah ya tetap harus sesuai syarat dan rukun nikah. Bukan pula perkara kalau masukan PIN salah, lalu ganti pasangan. Dan, itu sama sekali tidak ada kaitannya sama kawin-cerai yang terjadi di masyarakat. Ayolah, masa sedangkal dan sebodoh itu sih?

Jika ada hal yang perlu dikritisi dari program itu, maka boleh jadi kita harus mewanti-wanti agar proyek ganti buku nikah itu tidak menjadi lahan basah buat korupsi sebagaimana E-KTP. Aku kira ini lebih masuk akal. Aku percaya bahwa di Kementerian Agama pun bukan berarti bebas dosa atau bersih seperti malaikat. Kita sudah punya contoh macam Suryadarma Ali.

Meski demikian, bukan berarti kita bisa seenaknya menuduh pada orang lain atau lembaga tertentu. Tidak gitu juga. Intinya kalau mau mengkritisi, ya cerdas dikit lah, agar punya sumbangsih membangun bangsa dan negara.

Persoalan aku terkesan 'terganggu' dengan postingan temanku itu, bukan lantaran aku mau membela Menag atau pemerintah. Bukan. Justru aku memperjuangkan berpikir sehat dan peduli pada teman yang sudah sangat keterlaluan.

Apa yang diungkapkan temanku itu, gaes, menyesatkan, karena apa yang terkandung dalam berita isinya tidak demikian. Jadi jelas, 'pengantar' teman saya itu melenceng jaoooh... Ra mashoook blas, Bosque!

Selain itu, ungkapan tersebut merendahkan orang lain. Ini bukan semata-mata siapa yang direndahkan, tapi memang merendahkan orang lain itu, siapapun mereka, adalah perbuatan yang tidak sesuai ajaran Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan (PPKn). Jadi, itu tidak baik kalau dibiarkan. Wkwkwk

Eh, tapi, bukannya tulisan ini juga termasuk merendahkan orang lain, yaitu temanku sendiri? Duh, ya udah deh, aku minta maaf. Tapi, lain kali jangan sembarangan sebar ketololan ya. Simpan rapat-rapat untuk diri sendiri, karena itu adalah aib. Selain cuma jadi 'polusi informasi', itu sangat memalukan tau! Hahaha

Baca berita dengan teliti, cross-check kebenarannya (cari komparasi), perhatikan maslahat dan manfsadatnya, baru deh boleh (atau tidak boleh) dishare dan dikomentari. Ok?

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Surat Terbuka untuk Para Jomblo

'Toxic Masculinity' dan Kesetaraan Gender

Sam Tobacco dan Rokok 'Tingwe'

Pemain Baru dan Tantangan Unai Emery

H-1 Lebaran Dini Hari di Warung Mie Instan

Kala Ratih

Aku Menghimbau "Green Living"