Surat Cinta kepada Gubernur dan Wakil Gubernur Baru Jawa Timur
Sumber gambar: covesia.com
Yth. Ibu Khofifah Indar Parawansa dan Bpk. Emil Dardak di tempat. Semoga ibu dan bapak senantiasa dalam keadaan sehat wal 'afiat.
Saya sampaikan selamat kepada Ibu dan Bapak karena telah resmi terpilih sebagai gubernur dan wakil gubernur baru di Jawa Timur. Sungguh ini menjadi angin segar dan harapan baru bagi masyarakat.
Akhirnya tiba juga giliran ibu dan bapak, khususnya Ibu Khofifah, menjadi orang nomor satu di Jawa Timur. Ibu dan bapak sekarang sudah memiliki wewenang yang lebih leluasa untuk mewujudkan mimpi-mimpinya membuat Jatim lebih maju, aman, sejahtera, merata, dan berpendidikan. Setidaknya gagasan-gagasan yang ibu-bapak sampaikan pada masa kampanye akan lebih gampang terealisasi.
Sebelumnya saya ingin menyampaikan sebuah kisah yang mungkin ibu dan bapak telah ketahui. Tak apa, anggap saja ini sebagai pengingat sekaligus peringatan.
Disebutkan dalam salah satu penggalan sejarah peradaban Islam, bahwa ketika Umar bin Abdul Aziz diangkat menjadi Khalifah menggantikan Sulaiman bin Abdul Malik pada 10 Shafar 99 H pada masa dinasti Umayyah, Sang Khalifah menangis hingga terisak. Beliau menenggelamkan kepalanya diantara kedua lutut seraya berujar, "innalillahi wa inna ilaihi raji'un. Demi Allah, aku tidak meminta urusan ini, baik dengan sembunyi-sembunyi ataupun dengan terang-terangan."
Mengapa beliau menangis dan bersedih? Beliau memikirkan nasib fakir miskin yang kelaparan, orang sakit yang tak mampu berobat, orang susah yang tak kuat membeli pakaian, orang yang didzolimi dan tidak ada yang membela, orang tua yang sudah tak berdaya serta orang-orang kecil dan lemah lainnya.
Artinya, seketika beliau disahkan menjadi seorang khalifah, bukan kebahagiaan yang beliau rasakan. Justru beliau takut jika suatu saat lalai menjalankan tugasnya, sehingga kelak di akhirat harus mempertanggungjawabkannya di hadapan Allah SWT.
Khalifah Umar diakui sebagai salah satu pemimpin besar yang pernah ada di muka bumi bukan karena keperkasaannya, melainkan beliau mampu menjadi 'pelayan' bagi rakyatnya dan mampu bersikap adil. Dari beliau, kita bisa belajar banyak hal, termasuk kepemimpinan dan pembelaannya terhadap kaum-kaum tertindas.
Menjadi seorang pemimpin tidak boleh semena-mena dan hanya berpikir tentang dirinya sendiri, keluarga, dan golongannya. Meminjam bahasanya Gus Mus, "jangan mentang-mentang punya palu, lantas menganggap semuanya adalah paku". Bila saya terjemahkan secara bebas, "jangan mentang-mentang punya kekuasaan, lantas menganggap semuanya adalah jajahan". Jadi, menjadi pemimpin harus mengabdikan dirinya kepada yang dipimpin.
Ada satu hal lagi, tugas utama dan pertama bagi pemimpin yang baru terpilih ialah menyatukan rakyat yang terpecah belah akibat dukungan politik bagi para calon. Seorang pemimpin harus memastikan bahwa tidak ada perpecahan setelah Pemilu berakhir. Tidak sedikit seorang pemimpin yang gagal dikarenakan sejak semula dia tidak mampu menyatukan rakyat setelah pemilihan. Bukan tidak mungkin bahwa tidak ada program yang berjalan jika rakyat terpecah belah.
Saya turut mengapresiasi pada ajakan ibu Khofifah kepada para pendukung Gus Ipul-Mba Puti untuk bersatu pada rapat pleno KPU kemarin. Ini memang sudah bukan waktunya berbicara pasangan No. 1 atau No. 2. Hal yang paling diperlukan saat ini adalah rakyat Jawa Timur harus bersatu, bersama-sama mewujudkan Jatim yang makmur. Oiya, saya juga suka sama pantun yang ibu bacakan.
Sedangkan disisi lainnya, rakyat harus belajar memberi kepercayaan kepada pemimpin yang terpilih. Jangan karena calon yang didukungnya kalah, lalu tidak mau menaati pemimpin barunya. Ini sungguh sikap kekanak-kanakan.
Perlu Ibu Khofifah dan Pak Emil ketahui bahwa dalam tulisan ini tidak ada maksud saya ingin menggurui. Saya sadar betul, Ibu dan Bapak jauh lebih mengerti dan berpengalaman. Tulisan ini sengaja saya buat sebagai isyarat bahwa saya akan mendukung semua program-program ibu dan bapak selama program itu meletakkan kepentingan rakyat kecil diatas kepentingan pribadi dan golongan ibu-bapak.
Tapi, jika dikemudian hari ibu-bapak tidak menepati janji-janji politik yang telah disampaikan dulu, maka jangan heran kalau kritik-kritik akan menghujani Ibu Khofifah dan Pak Emil. Bukankah memang demikian demokrasi itu mesti berjalan? Pemimpin perlu dikritisi dengan ide-ide yang konstruktif sekaligus solutif.
Akhir kata, selamat bekerja. Semoga ibu-bapak dikaruniai kekuatan dalam mengemban amanah ini. Dan seluruh masyarakat Jatim selalu dirahmati Tuhan Yang Maha Esa. Satu hal lagi, "Hakikat pemimpin ialah pelayan bagi yang dipimpin."
Yth. Ibu Khofifah Indar Parawansa dan Bpk. Emil Dardak di tempat. Semoga ibu dan bapak senantiasa dalam keadaan sehat wal 'afiat.
Saya sampaikan selamat kepada Ibu dan Bapak karena telah resmi terpilih sebagai gubernur dan wakil gubernur baru di Jawa Timur. Sungguh ini menjadi angin segar dan harapan baru bagi masyarakat.
Akhirnya tiba juga giliran ibu dan bapak, khususnya Ibu Khofifah, menjadi orang nomor satu di Jawa Timur. Ibu dan bapak sekarang sudah memiliki wewenang yang lebih leluasa untuk mewujudkan mimpi-mimpinya membuat Jatim lebih maju, aman, sejahtera, merata, dan berpendidikan. Setidaknya gagasan-gagasan yang ibu-bapak sampaikan pada masa kampanye akan lebih gampang terealisasi.
Sebelumnya saya ingin menyampaikan sebuah kisah yang mungkin ibu dan bapak telah ketahui. Tak apa, anggap saja ini sebagai pengingat sekaligus peringatan.
Disebutkan dalam salah satu penggalan sejarah peradaban Islam, bahwa ketika Umar bin Abdul Aziz diangkat menjadi Khalifah menggantikan Sulaiman bin Abdul Malik pada 10 Shafar 99 H pada masa dinasti Umayyah, Sang Khalifah menangis hingga terisak. Beliau menenggelamkan kepalanya diantara kedua lutut seraya berujar, "innalillahi wa inna ilaihi raji'un. Demi Allah, aku tidak meminta urusan ini, baik dengan sembunyi-sembunyi ataupun dengan terang-terangan."
Mengapa beliau menangis dan bersedih? Beliau memikirkan nasib fakir miskin yang kelaparan, orang sakit yang tak mampu berobat, orang susah yang tak kuat membeli pakaian, orang yang didzolimi dan tidak ada yang membela, orang tua yang sudah tak berdaya serta orang-orang kecil dan lemah lainnya.
Artinya, seketika beliau disahkan menjadi seorang khalifah, bukan kebahagiaan yang beliau rasakan. Justru beliau takut jika suatu saat lalai menjalankan tugasnya, sehingga kelak di akhirat harus mempertanggungjawabkannya di hadapan Allah SWT.
Khalifah Umar diakui sebagai salah satu pemimpin besar yang pernah ada di muka bumi bukan karena keperkasaannya, melainkan beliau mampu menjadi 'pelayan' bagi rakyatnya dan mampu bersikap adil. Dari beliau, kita bisa belajar banyak hal, termasuk kepemimpinan dan pembelaannya terhadap kaum-kaum tertindas.
Menjadi seorang pemimpin tidak boleh semena-mena dan hanya berpikir tentang dirinya sendiri, keluarga, dan golongannya. Meminjam bahasanya Gus Mus, "jangan mentang-mentang punya palu, lantas menganggap semuanya adalah paku". Bila saya terjemahkan secara bebas, "jangan mentang-mentang punya kekuasaan, lantas menganggap semuanya adalah jajahan". Jadi, menjadi pemimpin harus mengabdikan dirinya kepada yang dipimpin.
Ada satu hal lagi, tugas utama dan pertama bagi pemimpin yang baru terpilih ialah menyatukan rakyat yang terpecah belah akibat dukungan politik bagi para calon. Seorang pemimpin harus memastikan bahwa tidak ada perpecahan setelah Pemilu berakhir. Tidak sedikit seorang pemimpin yang gagal dikarenakan sejak semula dia tidak mampu menyatukan rakyat setelah pemilihan. Bukan tidak mungkin bahwa tidak ada program yang berjalan jika rakyat terpecah belah.
Saya turut mengapresiasi pada ajakan ibu Khofifah kepada para pendukung Gus Ipul-Mba Puti untuk bersatu pada rapat pleno KPU kemarin. Ini memang sudah bukan waktunya berbicara pasangan No. 1 atau No. 2. Hal yang paling diperlukan saat ini adalah rakyat Jawa Timur harus bersatu, bersama-sama mewujudkan Jatim yang makmur. Oiya, saya juga suka sama pantun yang ibu bacakan.
Sedangkan disisi lainnya, rakyat harus belajar memberi kepercayaan kepada pemimpin yang terpilih. Jangan karena calon yang didukungnya kalah, lalu tidak mau menaati pemimpin barunya. Ini sungguh sikap kekanak-kanakan.
Perlu Ibu Khofifah dan Pak Emil ketahui bahwa dalam tulisan ini tidak ada maksud saya ingin menggurui. Saya sadar betul, Ibu dan Bapak jauh lebih mengerti dan berpengalaman. Tulisan ini sengaja saya buat sebagai isyarat bahwa saya akan mendukung semua program-program ibu dan bapak selama program itu meletakkan kepentingan rakyat kecil diatas kepentingan pribadi dan golongan ibu-bapak.
Tapi, jika dikemudian hari ibu-bapak tidak menepati janji-janji politik yang telah disampaikan dulu, maka jangan heran kalau kritik-kritik akan menghujani Ibu Khofifah dan Pak Emil. Bukankah memang demikian demokrasi itu mesti berjalan? Pemimpin perlu dikritisi dengan ide-ide yang konstruktif sekaligus solutif.
Akhir kata, selamat bekerja. Semoga ibu-bapak dikaruniai kekuatan dalam mengemban amanah ini. Dan seluruh masyarakat Jatim selalu dirahmati Tuhan Yang Maha Esa. Satu hal lagi, "Hakikat pemimpin ialah pelayan bagi yang dipimpin."
Komentar
Posting Komentar