Membaca dan Menjadi Rakyat yang Cerdas
Sumber gambar: m.republika.co.id
Kalian ingat tidak siapa yang menggunakan sentimen agama untuk memenuhi syahwat politiknya yang menggebu-gebu pada Pilkada DKI Jakarta tahun lalu? Itu loh demo berjilid-jilid yang bombastis. Ternyata, isu agama sekarang masih tetap digunakan untuk pilpres tahun depan.
Kita harus sadar dong langkah-langkah politik semacam ini. Apalagi menggunakan agama sebagai bungkus. Masa iya kita terus-menerus mau dipermainkan oleh politisi-politisi yang libido politiknya lebih besar dari seorang hiperseks sekalipun? Dengan strategi yang hampir sama pula, iya kan?
Katanya mau memuliakan agama, tapi agama kok dijadikan alat untuk pemuas nafsu politik sih? Kalian tau kan sejarah berdirinya kerajaan Islam seperti dinasti Umayyah atau Abbasiyah? Agama dijadikan alat legitimasi kekuasaan, broh! Yang terjadi ya pertumpahan darah dan caci-maki.
Para politisi itu ya, kebanyakan hanya butuh suara politik kita di bilik TPS. Selebihnya, jika mereka jadi, mungkin kita dianggapnya sampah. Tidak layak diperhitungkan. Jaman sekarang sedikit politisi berjiwa negarawan, yang banyak politisi berbaju negarawan. Kalau nggak percaya, liat aja realisasi janji politik saat kampanye setelah jadi. Sedikit yang dipenuhi.
Kalian juga tidak perlu marah-marah atas peristiwa bakar bendera kemarin. Bakar Al Qur'an dan kitab itu sudah biasa tauk! Kalian tau nggak bahwa Khalifah Utsman bin Affan juga melakukan pembakaran mushaf yang berisi ayat Alquran seketika ditetapkannya mushaf Utsman? Bahkan Rasulullah juga pernah membongkar masjid Dhirar kok? Hal ini juga biasa bagi para santri yang pernah hidup di pondok pesantren. Jadi gak usah marah-marah deh. Kalem aja, dan makanya membaca, ok?
Kita sebagai rakyat harus cerdas lah. Ada yang lebih penting dari politisasi agama yang kotor ini. Di sekitar kita, kesenjangan sosial-ekonomi semakin meningkat, akses pendidikan dan kesehatan masih tidak merata, dan lingkungan hidup semakin tidak sehat. Kenapa kita tidak mengkritisi dan memikirkan ini saja sih? Ini lebih islami dan religius dari ritual-ritual dan bacaan doa yang sering kita rapalkan, bukan?
Ayolah, kita budayakan membaca. Membaca teks dan fenomena. Membacalah agar kita nggak mudah marah. Lagipula beragama macam apa sih yang mengedepankan emosi itu? Beragama itu harusnya jadi lebih santun, lebih ramah, dan lebih solid. Bukan malah sebaliknya.
Sekali lagi, ayo membaca dan jangan mudah terprovokasi. Pilah dan pilih bacaan yang sehat buat otak kita. Santai, dan tingkatkan selera humor. Jangan cuma perut aja diisi jengkol dan pete. Ya pantas aja sih kalau apa yang keluar dari mulutmu aromanya busuk dan nir-faedah.
Kalian ingat tidak siapa yang menggunakan sentimen agama untuk memenuhi syahwat politiknya yang menggebu-gebu pada Pilkada DKI Jakarta tahun lalu? Itu loh demo berjilid-jilid yang bombastis. Ternyata, isu agama sekarang masih tetap digunakan untuk pilpres tahun depan.
Kita harus sadar dong langkah-langkah politik semacam ini. Apalagi menggunakan agama sebagai bungkus. Masa iya kita terus-menerus mau dipermainkan oleh politisi-politisi yang libido politiknya lebih besar dari seorang hiperseks sekalipun? Dengan strategi yang hampir sama pula, iya kan?
Katanya mau memuliakan agama, tapi agama kok dijadikan alat untuk pemuas nafsu politik sih? Kalian tau kan sejarah berdirinya kerajaan Islam seperti dinasti Umayyah atau Abbasiyah? Agama dijadikan alat legitimasi kekuasaan, broh! Yang terjadi ya pertumpahan darah dan caci-maki.
Para politisi itu ya, kebanyakan hanya butuh suara politik kita di bilik TPS. Selebihnya, jika mereka jadi, mungkin kita dianggapnya sampah. Tidak layak diperhitungkan. Jaman sekarang sedikit politisi berjiwa negarawan, yang banyak politisi berbaju negarawan. Kalau nggak percaya, liat aja realisasi janji politik saat kampanye setelah jadi. Sedikit yang dipenuhi.
Kalian juga tidak perlu marah-marah atas peristiwa bakar bendera kemarin. Bakar Al Qur'an dan kitab itu sudah biasa tauk! Kalian tau nggak bahwa Khalifah Utsman bin Affan juga melakukan pembakaran mushaf yang berisi ayat Alquran seketika ditetapkannya mushaf Utsman? Bahkan Rasulullah juga pernah membongkar masjid Dhirar kok? Hal ini juga biasa bagi para santri yang pernah hidup di pondok pesantren. Jadi gak usah marah-marah deh. Kalem aja, dan makanya membaca, ok?
Kita sebagai rakyat harus cerdas lah. Ada yang lebih penting dari politisasi agama yang kotor ini. Di sekitar kita, kesenjangan sosial-ekonomi semakin meningkat, akses pendidikan dan kesehatan masih tidak merata, dan lingkungan hidup semakin tidak sehat. Kenapa kita tidak mengkritisi dan memikirkan ini saja sih? Ini lebih islami dan religius dari ritual-ritual dan bacaan doa yang sering kita rapalkan, bukan?
Ayolah, kita budayakan membaca. Membaca teks dan fenomena. Membacalah agar kita nggak mudah marah. Lagipula beragama macam apa sih yang mengedepankan emosi itu? Beragama itu harusnya jadi lebih santun, lebih ramah, dan lebih solid. Bukan malah sebaliknya.
Sekali lagi, ayo membaca dan jangan mudah terprovokasi. Pilah dan pilih bacaan yang sehat buat otak kita. Santai, dan tingkatkan selera humor. Jangan cuma perut aja diisi jengkol dan pete. Ya pantas aja sih kalau apa yang keluar dari mulutmu aromanya busuk dan nir-faedah.
Komentar
Posting Komentar