Bencana Alam dan Kebodohan yang Menyesatkan
Sumber gambar: Kompasiana.com
Surabaya, 14 Oktober 2018
Mencermati bencana alam yang menimpa Indonesia akhir-akhir ini, sudah seharusnya kita berempati dan mengulurkan bantuan semampu kita pada korban yang terdampak. Atau sekurang-kurangnya kita panjatkan doa supaya mereka lekas tertolong dan pulih kondisinya. Ikhlas membantu dan berdoa, tanpa embel-embel apapun.
Akan tetapi, selalu saja ada orang-orang yang berpikiran picik tentang bencana yang menimpa negeri tercinta kita ini. Mungkin yang paling menyebalkan adalah mereka yang berpikiran bahwa Tuhan sedang murka.
Lalu mereka menghubung-hubungkan bencana-bencana itu dengan tradisi bangsa kita. Misal, sedekah laut. Menurutnya itu perbuatan syirik yang dibalut budaya, dan itu dilarang agama. Ada juga yang mengatakan bahwa musibah ini karena kita semakin jauh dari Tuhan dan LGBT semakin meluas.
Aku tau betul. Mengajak dan mengingatkan orang lain untuk selalu memperbaiki diri dan mendekat pada pada Tuhan adalah mulia. Tapi, ayolah.., agak cerdas dikit. Masa iya bencana itu karena perbuatan maksiat dan dosa? Di Inggris yang mayoritas umatnya non-muslim, tidak terjadi bencana sesering di Indonesia. Apakah itu berarti orang-orang Inggris lebih jauh dari maksiat dan dosa?
Melihat orang-orang yang berpikiran demikian, di dalam hati aku hanya mengumpat 'bajingan'.
Bagaimana tidak? Mereka berpendapat musibah itu datang karena terlalu banyak maksiat. Apakah itu berarti warga yang terkena gempa di Lombok, Donggala, Palu, Situbondo dan sekitarnya serta banjir di Sumatera Barat adalah orang-orang penuh dosa yang suka maksiat? Tentu saja tidak demikian. Ya 'kan?
Alangkah malangnya mereka yang terkena bencana itu. Sudah terkena musibah: kehilangan anggota keluarga, harta, dan terpukul secara psikologis. Masih juga harus tersudutkan secara moral dengan ungkapan-ungkapan pandir semacam di atas.
Tak usahlah terlalu semangat mengaitkan bencana alam dengan maksiat dan dosa. Alam ini punya mekanisme tersendiri. Mari kita insyafi letak geografis dan kondisi alam Indonesia.
Negara kita memang ada pada wilayah 'Ring of Fire' dan pertemuan tiga lempeng besar dunia: Lempeng Eurosia, Indo-Australia, dan Pasifik. Selain itu, terdapat ratusan gunung aktif di Indonesia dan luas perairan yang mencapai 2/3 luas wilayah Indonesia. Sudah 'wajar' banyak terjadi bencana. Kita tidak bisa menolak fakta ini. Hal yang mungkin bisa kita lakukan adalah meminimalisir dampak bencana.
Jika memang ada dosa dan maksiat yang dilakukan manusia di Indonesia yang terkait dengan bencana alam, tak lain karena kita sudah tidak 'bersahabat' lagi dengan alam. Kita sudah terlalu membebani polusi pada bumi.
Global warming semakin meningkat sehingga es di kutub mencair semakin cepat, dan volume air di lautan terus meningkat. Kita juga melakukan penggundulan hutan dan deforestasi dengan dalih pertumbuhan ekonomi. Dan, sampah semakin menumpuk setiap saat.
Aku yakin betul, tidak seorangpun menginginkan bencana ini terjadi. Tidak kita yang merasa sok suci, tidak pula mereka yang kita anggap kotor dan akrab dengan maksiat. Ini sungguh adalah suatu musibah yang bagaimana pun kita harus bersatu dan menghadapinya bersama-sama.
Ayo kita bantu dan berdoa untuk mereka yang terdampak bencana. Kita tunjukkan rasa kemanusiaan dan kebangsaan kita. Sambil lalu, kita juga harus lebih mencintai alam. Hidup dengan cara-cara yang sesuai gerak alam.
Surabaya, 14 Oktober 2018
Komentar
Posting Komentar