Balada Cinta Hozan Qudsy (Part II)
Sumber gambar: rumahtanggaindonesia.com
Untuk kesinambungan alur cerita, silakan baca part I disini.
"Kemarin dia datang ke sini. Terus, tadi sore pulang. Sebelum dia pulang, aku menawarkan diri untuk nganter dia. Tapi dia menolak. Dia bilang, dia pulang bareng pamannya temannya. Aku agak gak percaya, soalnya dia sudah berbohong sebelumnya saat datang kesini. Dia bilangnya datangnya naik bus, tapi kenyataannya tidak demikian.
"Akhir-akhir ini dia memang penuh drama. Sebelum dia pulang, dia bilang ke temannya bahwa hapenya mati. Kata temannya, dia mau menghubungiku kalau sudah sampai ke rumahnya.
"Sejujurnya, hari ini aku sangat butuh dia. Aku ingin bersamanya. Tadi siang aku ujian proposal, aku kira dia mau menyemangatiku. Tapi ternyata tidak. Bahkan dia seperti tidak antusias."
Pemirsa, perhatikan betapa bertele-telenya dia dalam bercerita. Untung dia yang telpon hingga aku nggak rugi pulsa untuk curhatan yang nir-faedah ini. Dengan ogah-ogahan, aku dengerin saja.
"Setelah ujian proposal, aku ingin sekali mengantarkan dia pulang. Aku ingin merayakan diterimanya judul proposalku. Kamu tau kan, bung, ini sesuatu yang besar bagi mahasiswa semester 14. Aku ingin merayakannya bersamanya.
"Aku ingin mengajaknya makan bareng. Aku mau mentraktirnya. Aku ingin belikan dia baju sebagai hadiah. Aku mau bawa dia bermalam mingguan di alun-alun kota Jember. Berdua menikmati keramaian dan sepeda yang lalu lalang. Bahkan, aku sudah merencanakan ingin membelikannya boneka Teddy Bear yang besar. Dia pernah meminta itu, dan aku sudah menabung untuk membelikannya. Intinya aku ingin malam Minggu ini, aku mau bersamanya," katanya secara perlahan mulai sesegukan.
"Ok... Ok... Tenang, bung. Tenang. Mari lanjutkan ceritamu." Aku tidak begitu sungguh-sungguh mengatakan ini. Sebab bagaimana pun aku telah melewatkan keseruan ngobrol dengan teman-temanku di warung kopi.
"Jadi kecurigaanku ternyata benar. Setelah dia berdrama bahwa hapenya mati, ternyata dia telpon si Dono, yang kebetulan sedang bersama aku. Dia itu akrab dengan Dono. Setelah itu aku semakin curiga bahwa dia nggak pulang bersama pamannya temannya.
"Bersama Dono, akhirnya aku putuskan untuk mencarinya. Ternyata dia ada di sekolah SMA, sedang menunggu cowok yang mau nganterin dia pulang. Sontak saja aku marah, sampai-sampai aku banting hapeku karena emosiku sudah nggak terkontrol. Lalu, aku putusin saja hubunganku saat itu."
Samar-samar dia mulai menangis lagi.
"Sudahlah... Eh, tapi, kamu kok tau dia sedang menunggu cowok lain?"
"Saat aku pulang, aku ketemu seorang cowok yang memang sedang menunggunya. Dia adalah lelaki yang memang sering bersamanya. Andriana bilang, mereka cuma temanan. Tapi aku nggak percaya."
"Ya, mungkin memang teman, tapi mesra. Kalau kamu ketemu si cowok, kenapa nggak kamu tonjok aja mukanya? Setidaknya dia seminggu nggak enak ngerokok."
"Setelah memutuskan dia, pikiranku kalut. Aku nggak bisa berpikir jernih. Jadi aku baru sadar ada cowok itu setelah hampir tiba di kamar. Sungguh aku lagi kacau, bung. Aku kehilangan cinta terbaikku. Padahal aku sangat serius sama Andriana. Kamu taulah ceritanya."
"Iya, kamu harus bersabar aja dulu. Tenangkan pikiranmu."
"Aku sebetulnya tidak rela kehilangan dia. Aku masih sangat sangat sayang sama dia. Aku mau hidup ber..." Tiba-tiba telpon terputus.
"Bung... Bung... Hallo.. Hallo, bung... Yah, mati... Ternyata ludes pulsamu, bung."
Aku kembali menikmati kopi pahitku. Bergabung kembali bersama teman-teman yang sedari tadi aku tinggal angkat telpon dari Hozan.
"Mantap betul ini kopi. Rokok saya mana? Habis dah ya... Bagi tembakaunya, bung." Lalu aku ngelinting tembakau yang aromanya saja sangat amboi itu.
"Bung kita yang satu ini sudah jadi konsultan asmara sekarang kayaknya," kata si Holiq, pemuda lapuk asal Pati, Jateng.
Lalu Wahid, si jomblo sejak lahir itu, menimpali, "biasa. Bung Iqrom kan sudah ahli patah hati. Cintanya kandas karena menyeberangi lautan dan negara. Itu memang sulit. Andai mampu menaklukkan lautan pun, belum tentu bisa lolos dari ketatnya beacukai." Serempak kawan-kawanku ketawa terbahak-bahak.
"Jadi cinta juga harus melewati pemeriksaan beacukai gitu, bung, ya?" Kata Holiq sok bodoh. Lalu, tawa kembali pecah.
Lihatlah betapa beratnya berteman dengan mereka ini. Temannya patah hati, malah dibully habis-habisan. Tapi, tak apa. Itulah cara mereka mengajarkan jadi orang kuat: menertawakan nasib diri sendiri. Dan mereka pun sebetulnya sangat baik. Merekalah yang membantuku saat aku butuh. Mereka lah yang selalu ada.
Pemirsa yang baik, setelah telpon dari Hozan, malam itu aku tidak benar-benar menikmati kebersamaan dengan sejawatku itu. Aku kepikiran sama Hozan. Bagaimana pun dia sangat terpukul dan butuh dukungan.
***
Hozan sangat menyayangi Andriana. Dia tidak pernah menyayangi wanita setulus dan sebesar Andriana. Wanita itu telah menjadi harapan hidupnya.
Maka sangat wajar dia jadi begitu terpuruk. Setelah dia putus, aku dapat kabar hampir 3x24 jam dia tidak makan. Tidak mandi juga. Dia sendirian meringkuk di pojokan kamar. Menangis, menangis dan terus menangis.
Setiap kali dia diajak makan atau bicara dia tidak pernah nyahut. Dia, kata teman-teman disana, tidak bicara sepatah kata pun. Jelas saja orang-orang akhirnya takut menyapanya.
Pengorbanan Hozan sudah tidak dapat disebut biasa. Andriana adalah wanita pertama yang dia bawa menemui orang tuanya. Andriana adalah wanita satu-satunya yang dia kunjungi setiap bulan sekali dari Probolinggo ke Jember.
Kepada wanita itu, dia juga sudah melakukan banyak hal, semisal membelikannya baju, mentraktirnya makan, dan jalan-jalan ke BJBR dan Bukit Cinta di Pantai Payangan Jember. Tapi yang paling tidak bisa aku lupakan, dia pernah mengedit foto mantan kekasihnya itu selama 2 hari 2 malam. Itu dilakukannya, selain untuk mengobati rasa rindu, juga untuk menyenangkan hati wanitanya.
Tapi, diantara semua alasan kenapa wanita itu tidak pantas untuknya adalah, saat dia tidak mengangkat telpon ibunya Hozan. Jadi begini, suatu ketika ibunya Hozan sedang kangen sama Andriana. Maklumlah, beliau sudah menganggapnya seperti anaknya sendiri. Akhirnya beliau telpon Andriana, tapi tidak terjawab. Lalu, telpon lagi kedua kalinya, tapi masih belum dijawab. Beliau berpikir, mungkin dia sedang capek atau sudah tidur.
Esok paginya, ibunya Hozan kembali menghubungi Andriana, dan ternyata tidak juga dijawab. Bahkan hingga detik ini Andriana tidak menghubungi balik. Maksudku, jika kamu adalah seorang anak yang memang mempunyai penghormatan kepada orang tua, maka tidak seharusnya kalian mengabaikan perhatian dan sikap khawatir orang tua.
Kita bisa berdalih: Tapi kan, ibunya Hozan adalah bukan orang tuanya Andriana? Setiap orang tua, siapapun mereka, lebih-lebih yang menganggap kita anak kandungnya, wajib kita hormati. Sebab menghormati yang lebih tua itu tidak harus punya hubungan genetik dengan kita.
Jadi aku membayangkan sekarang saja ibunya Hozan disia-siakan, apalagi nanti kalau mereka sudah dalam satu keluarga. Ya, orang bisa saja berubah. Tapi ayolah, masa harus mengorbankan orang tua.
Aku meyakini, andai saja Andriana mengejar dan minta maaf dan mengakui kesalahannya saat Hozan memergokinya dulu, mungkin dia masih dimaafkan. Sebab bagaimanapun cinta Hozan lebih besar daripada amarahnya.
Aku sangat bersimpati pada Hozan. Semua pengorbanan yang dia lakukan sungguh tidak murah. Semua kebahagiaan yang dia buat mantan kekasihnya hasil dari pinjaman. Bahkan, saat pertama kali mereka jalan-jalan ke BJBR, kabarnya Hozan sampai berhutang sebesar Rp. 800.000. Lihatlah kawan-kawan, betapa tipisnya jarak antara cinta dan kebodohan. Aku gak tau, Hozan ini sangat cinta atau sangat bodoh.
Ada kisah bodoh lain yang kudengar dari seseorang. Suatu ketika, Hozan datang menemui mantan kekasihnya itu di Bondowoso, membawakannya baju sebagai hadiah. Eh, bukannya menjadi pertemuan yang asyik dan romantis. Mereka malah bertengkar. Kisah yang bodoh sekaligus lumayan tragis.
Akan tetapi, Hozan sekarang sudah berubah. Ada hikmah di balik semua peristiwa. Untuk mengetahui kisah perjuangan Hozan bangkit dari keterpurukannya, kita lanjutkan pada seri berikutnya. Bi idznillah.
(Bersambung)
It's good story sir. I like it 👍
BalasHapusOh, Thanks. I must make the better one.
Hapus